Kasus kesalahan penggunaan bahasa oleh publik Figur atau tokoh politik
Kasus kesalahan penggunaan bahasa oleh publik
Figur atau tokoh politik
Disusun oleh Ari Sandi
Pada era globalisasi saat ini tantangan penggunaan bahasa Indonesia semakin berat. Ruang publik kita menunjukkan bahwa bahasa Indonesia mulai tergeser oleh bahasa asing. Padahal, ruang publik sebaiknya menunjukkan identitas bangsa dengan pengutamaan bahasa Indonesia. Namun, pada kenyataannya penggunaan bahasa di ruang publik masih belum menunjukkan hal itu. Kesalahan berbahasa Indonesia masih sering muncul, khususnya di papan-papan nama, baik papan nama pertokoan, pusat-pusat perbelanjaan, perumahan, periklanan, dll. Ruang-ruang publik kita seakan-akan lebih mengutamakan warga asing daripada warga Indonesia. Banyak papan petunjuk yang mengutamakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesianya. Bahasa Inggris ditulis lebih dahulu dengan menggunakan huruf besar, sedangkan bahasa Indonesia ditulis setelahnya dengan menggunakan huruf kecil.
Bahasa asing tetap dapat digunakan yang salah satu fungsinya sebagai penghela ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, pemakaiannya tetap ditempatkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya seperti halnya dengan penggunaan bahasa daerah. Dalam salah satu bunyi Sumpah Pemuda yang ketiga dinyatakan bahwa ‘Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia’. Pernyataan itu bermakna bahwa bahasa Indonesia harus diletakkan lebih tinggi daripada bahasa lain yang ada di Indonesia, baik terhadap bahasa daerah maupun bahasa asing (Sasangka dan Darheni, 2012: 9). Bahasa-bahasa lain yang berkembang di Indonesia, baik bahasa daerah maupun bahasa asing tetap diakui keberadaannya. Namun, penggunaannya harus sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Kita utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.
Selain didominasi oleh bahasa asing, ruang-ruang publik juga belum memperhatikan kaidah bahasa Indonesia. Kesalahan berbahasa itu muncul karena beberapa faktor, yaitu tidak menggunakan tata bahasa yang benar, tidak menggunakan tata bahasa yang sesuai situasi, menggunakan istilah asing yang sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, menerjemahkan istilah asing sekendak hati, dll. Melalui kajian penggunaan bahasa Indonesia di media massa, khususnya di lingkup sekolah diharapkan dapat diperoleh gambaran kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di sekolah. Kajian ini juga penting untuk melakukan kegiatan lanjutan berupa kegiatan pembinaan bahasa Indonesia. Sekolah menjadi salah satu sasaran dalam upaya pembinaan bahasa karena merupakan tempat para siswa menuntut ilmu. Jika dasar penguasaan bahasa Indonesia kuat, para siswa diharapkan mampu memiliki sikap positif berbahasa Indonesia sejak dini.
Ketentuan penulisan bahasa Indonesia di tempat umum di atur sebagai berikut (Pusat Bahasa, 2007: 4—5).
1. Bahasa yang digunakan di tempat umum, seperti pada papan nama, papan petunjuk, kain rentang, dan papan iklan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Nama badan usaha, kawasan, gedung yang memerlukan pengesahan dari instansi pemerintah menggunakan bahasa Indonesia.
3 Nama asing badan usaha yang merupakan cabang badan usaha luar negeri dan nama asing merek dagang yang terdaftar dan mempunyai hak paten tetap dapat dipakai.
4. Pada setiap papan nama, papan petunjuk, kain rentang, dan papan iklan digunakan tulisan/huruf latin.
5. Pada papan nama, papan petunjuk kain rentang, dan papan iklan, jika dianggap perlu, dapat dibenarkan sepanjang untuk nama/lambang produk yang.
6. Organisasi internasional yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa dan perwakilan diplomatik negara asing dapat tetap menggunakan tulisan/huruf dan/atau bahasa asing yang ditulis di bawah nama dalam bahasa Indonesianya
Selain itu, dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 (2011) tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, diatur tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di tempat umum. Aturan-aturan itu dijabarkan sebagai berikut.
Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia (Pasal 36).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.
(Ar-Rūm [30]:22)
Tolok ukur penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik terlihat dari penggunaan bahasa pada papan-papan nama yang dipasang di gedung perkantoran, permukimam, lembaga usaha, dll. Selain itu, media massa juga bisa dijadikan tolok ukur penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, khususnya dalam lingkup sekolah. Di sekolah penggunaan bahasanya dapat ditemukan di brosur, majalah dinding sekolah, pengumuman sekolah, dan informasi sekolah di laman sekolah. Media massa sekolah tersebut berisi berbagai informasi tentang sekolah, baik itu visi dan misi, program studi, tenaga pengajar, fasilitas sekolah, ektrakulikuler yang ditawarkan, dan sebagainya yang ditujukan, baik bagi warga sekolah maupun masyarakat umum. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia di media massa sebaiknya memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berbahasa yang baik, yaitu berbahasa sesuai dengan situasi pemakaian, sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa sesuai dengan kaidah kebahasaan, yaitu pembentukan kata, pemilihan kata, dan penggunaan struktur kalimat.
KESALAHAN EJAAN
Kajian penggunaan bahasa Indonesia di media massa sekolah pernah dilakukan oleh Balai Bahasa Kalimantan Selatan pada tahun 2018. Kajian ini dilakukan di beberapa sekolah di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, yaitu di SMK Darussalam Martapura, SMA Muhammadiyah Martapura, SMAN 1 Martapura, dan MAN 4 Banjar. Data diperoleh dari brosur dan laman sekolah. Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di media massa mencakup beberapa hal, yaitu ejaan, bentuk dan pilihan kata, serta struktur kalimat. Ejaan berkaitan dengan tata tulis yang meliputi pemakaian huruf, penulisan kata, termasuk penulisan kata atau istilah serapan, dan pemakaian tanda baca (Sriyanto, 2016: 6). Ejaan mengatur penggunaan kaidah dalam bahasa tulis. Aturan ini harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan bahasa tulis. Jika tidak mengikuti ejaan yang berlaku, kejelasan makna dapat terganggu karena tidak menyepakati aturan yang ada. Wujud kesalahan ejaan meliputi huruf kapital, huruf miring, singkatan dan akronim, kata depan, gabungan kata, penulisan angka dan bilangan, penggunaan tanda titik, tanda koma, tanda pisah, tanda titik dua, dan tanda titik koma.
Kesalahan penggunaan huruf kapital banyak terdapat pada persoalan nama diri. Masih banyak pengguna bahasa yang keliru dalam menentukan nama diri atau bukan nama diri. Dalam KBBI nama diri berarti ‘nama yang dipakai untuk menyebut diri seseorang, benda, tempat tertentu, dan sebagainya’. Dengan kata lain, nama diri dapat dinyatakan bahwa sudah pasti atau satu-satunya atau tidak ada yang lain (Sriyanto, 2019: 20). Contoh kesalahan nama diri tampak pada penulisan jenjang pendidikan dengan huruf awal kapital berikut ini, Satu-satunya Sekolah Teknologi di Kalimantan Selatan yang dikelola oleh Pondok Pesantren dan Menyiapkan para tamatan untuk menjadi asisten tenaga medis di Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik dan Pusat Kesehatan lainnya, serta menyiapkan tamatan untuk memasuki perguruan tinggi sesuai dengan bidangnya. Penulisan Sekolah Teknologi, Pondok Pesantren, Rumah Sakit, Puskesmas, poliklinik, dan Pusat Kesehatan yang menggunakan huruf awal kapital seharusnya menggunakan huruf kecil, yaitu menjadi sekolah teknologi, pondok pesantren, rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan pusat kesehatan. Hal itu disebabkan bukan nama diri. Kasus penggunaan huruf kapital juga terlihat pada penulisan nama profesi, yaitu Menjadi Asisten Perawat. Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia huruf kapital dipakai huruf pertama gelar akademik yang diikuti oleh nama orang. Huruf kapital juga dipakai sebagai huruf pertama gelar profesi yang dipakai sebagai sapaan. Dalam kasus Menjadi Asisten Perawat, gelar profesi itu tidak digunaan sebagai sapaan sehingga menggunakan hurud kecil sehingga menjadi asisten perawat.
Kasus ejaan lain terdapat pada penggunaan huruf miring. Huruf miring dipakai untuk istilah asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Berikut contoh kesalahan penggunaan huruf miring, Wifi’ dan ‘Hotspot’, ‘Greenhouse’, ‘Five menutes with qur’an before begining the learning activities’, ‘workshop’, dan ‘marching band’. Istilah itu seharusnya mengunakan huruf miring sehingga menjadi wifi, hotspot, greenhouse, five minutes with qur’an before begining the learning activities, workshop, dan marching band. Namun, jika istilah itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, sebaiknya digunakan istilah yang dalam bahasa Indonesia.
Kasus ejaan yang juga sering muncul adalah penulisan singkatan dan akronim. Pada contoh kalimat berikut Terwujudnya manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, menguasai IPTEK yang memiliki etos kerja tinggi dan berdisiplin terdapat kesalahan penulisan akronim, yaitu IPTEK. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil. Akronim IPTEK seharusnya ditulis dengan huruf kecil sehingga menjadi iptek. Penulisan singkatan yang sering salah adalah singkatan nama dan gelar. Singkatan gelar diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu. Pada Arifin Syafi’ie, S.Pd seharusnya diganti dengan Arifin Syafi’ie, S.Pd.
Penulisan kata depan juga masih menjadi kendala karena masih banyak kesalahan yang muncul. Hal itu tampak pada contoh kata depan di disekolah dan dibidang dalam kalimat Disekolah ini selain mendidik siswa dibidang Teknologi dan Keperawatan juga mendidik siswa mendalami ajaran Agama Islam. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia kata depan di ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Oleh karena itu, penulisan kata depan tersebut dapat diubah menjadi di sekolah dan di bidang.
Penulisan gabungan kata juga masih banyak kesalahan. Kesalahan itu terjadi ketika ditulis dalam gabungan kata dalam bentuk dasar dan gabungan kata yang juga mendapat awalan dan akhiran. Jika tidak mendapat awalan dan akhiran dan hanya mendapat awalan atau akhiran, gabungan kata ditulis terpisah. Sementara itu, jika mendapat awalan dan akhiran sekalius, gabungan kata ditulis serangkai. Kasus gabungan kata terdapat dalam kalimat berikut Bagi siswa yang ingin ke Perguruan Tinggi lain, SMA Muhammadiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai Perguruan Tinggi dan Lembaga Pelatihan Keterampilan baik negeri mau pun swasta di seluruh Indonesia”. Gabungan kata kerjasama sebaiknya ditulis terpisah sehingga menjadi kerja sama.
Kesalahan penulisan angka dan bilangan tampak pada penulisan berikut Jurusan Teknologi Rp. 1.500.000,- (Satu Juta lima ratus Ribu Rupiah) dapat dicicil s.d Juni 2014. Penulisan angka rupiah Rp. 1.500.000,- kurang tepat seharusnya singkatan rupiah tidak diikuti tanda titik, tidak ada spasi antara singkatan rupiah dan angka, dan tidak dibubuhkan tanda hubung di akhir sehingga menjadi Rp1.500.000,00. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-undangan, akta, dan kuitansi. Oleh karena itu, dalam informasi biaya sekolah sebaiknya bilangan ditulis dalam angka saja.
Kasus tanda titik dapat dilihat pada akhir pemerincian dapat dilihat pada contoh berikut.
Fasilitas yang ada di MAN 4 Banjar adalah
1. kantin
2. lapangan
3. musala
4. aula
5. ruang UKS/PMR
6. laboratorium bahasa
7. laboratorium IPA
8. laboratorium komputer
9. perpustakaan
Pemerincian dalam kalimat yang belum lengkap dipakai tanda koma di antara unsur-unsur dalam pemerincian yang kemudian diikuti oleh tanda titik. Perbaikan dari kesalahan tersebut dapat dilihat berikut ini.
Fasilitas yang ada di MAN 4 Banjar adalah
1. kantin,
2. lapangan,
3. musala,
4. aula,
5. ruang UKS/PMR,
6. laboratorium bahasa,
7. laboratorium IPA,
8. laboratorium komputer, dan
9. perpustakaan.
KESALAHAN BENTUK DAN PILIHAN KATA
Kesalahan bentuk dan pilihan kata juga banyak ditemui pada penggunaan bahasa Indonesia di media massa sekolah. Bentuk dan pilihan kata merupakan cara seseorang dalam memilih kata yang tepat dan cermat sesuai konteks yang dibicarakan. Pemilihan kata yang cermat akan (1) mempercepat pengungkapan gagasan, (2) menjadikan bahasa Indonesia menjadi hidup, (3) menarik dan tidak membosankan, serta (4) menghindari salah informasi (Sasangka, 2012:99—100). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih kata adalah ketepatan, kecermatan, kebenaran, kelaziman, dan kelayakan. Adapun, kesalahan penggunaan bentuk dan pilihan kata di media massa sekolah meliputi kesalahan penggunaan bentuk baku dan tidak baku, penulisan bentuk terikat, dan ungkapan idiomatis.
Kasus pengunaan bentuk tidak baku sering muncul di media massa sekolah. Bentuk baku yang sering salah digunakan berkaitan dengan pemadanan istilah asing dalam bahasa Indonesia. Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dilakukan melalui beberapa cara, yakni penerjemahan, penyerapan, serta gabungan penerjemahan dan penyerapan. Penerjemahan dapat memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim (untuk padanan) dan meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia (Qodratillah, 2019: 21). Sementara itu, penyerapan istilah asing juga dilakukan ke dalam bahasa Indonesia. Kasus dalam penyerapan ini yang sering muncul dalam bentuk tidak baku. Kata photocopy diserap dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal fotokopi. Akan tetapi, banyak bentuk serapan yang keliru berkembang di masyarakat, misalnya fotocopy. Selain itu, bentuk tidak baku yang muncul di media massa sekolah, antara lain taqwa, legalisir, raport, pas photo, praktek, istiqomah, akte, akherat, mushola, karir, Propinsi, Voly, putera, dan puteri. Adapun, bentuk bakunya adalah takwa, legalisasi, rapor, pasfoto, praktik, istikamah, akta, akhirat, musala, karier, provinsi, voli, putra, dan putri.
Kasus pembentukan unsur terikat dan kata dasar juga sering muncul. Unsur terikat merupakan unsur yang keberadaannya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata. Oleh karena itu, unsur terikat selalu terikat pada unsur yang lain, misalnya swa-, pra-, pasca-, sub-, non-, antar-, purna-, nara-, dll. Contoh kasus bentuk terikat pada media massa terdapat pada kalimat berikut.
Tenaga Pengajar
Sarjana sebanyak 80 %
Non Sarjana dengan pengalaman mendidik 6 s.d. 30 tahun sebanyak 20 %
Bentuk terikat Non- merupakan bentuk terikat yang bermakna ‘tidak atau bukan’. Bentuk terikat tersebut selalu terikat pada unsur setelahnya. Perbaikan dari kesalahan di atas adalah sebagai berikut.
Tenaga Pengajar:
sarjana sebanyak 80 %; dan
nonsarjana dengan pengalaman mendidik 6 s.d. 30 tahun sebanyak 20 %.
Kesalahan pemilihan kata juga terdapat pada ungkapan idiomatis. Ungkapan idiomatis merupakan dua (buah) kata atau lebih yang sudah menjadi satu kesatuan dalam mengungkapkan makna (Mustakim, 2019: 63). Oleh karena itu, ungkapan tersebut harus digunakan secara utuh yang berarti tidak boleh ditanggalkan salah satunya. Contoh ungkapan idiomatis dalam bahasa Indonesia adalah sesuai dengan, sehubungan dengan, berkaitan dengan, bergantung pada, dan terdiri atas. Kasus ungkapan idiomatis tampak pada Seleksi calon peserta didik baru mempertimbangkan kriteria dengan Urutan Prioritas sesuai daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar sebagai berikut. Untuk memperbaiki kesalahan ungkapan idiomatis, ungkapan idiomatis yang tepat dari sesuai adalah sesuai dengan sehingga menjadi Seleksi calon peserta didik baru mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar
PENUTUP
Dari analisis yang telah dilakukan terhadap penggunaan bahasa Indonesia di media massa terdapat kesalahan, meliputi kesalahan ejaan, yaitu huruf kapital, huruf miring, singkatan dan akronim, kata depan, gabungan kata, penulisan angka dan bilangan, penggunaan tanda titik, tanda koma, tanda pisah, tanda titik dua, dan tanda titik koma; kesalahan bentuk dan pilihan kata, yaitu bentuk tidak baku, bentuk terikat, dan ungkapan idiomatis; dan kesalahan kalimat, yaitu kalimat tak bersubjek dan penggunaan konjungsi yang tidak tepat. Kajian ini memberikan gambaran persoalan bahasa Indonesia di media massa yang masih sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, upaya pembinaan bahasa Indonesia bagi masyarakat, khususnya media massa masih perlu dilakukan dengan membangkitkan kembali kebanggaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Upaya itu dilakukan dengan meningkatkan sikap positif terhadap penggunaan bahasa Indonesia agar posisi bahasa Indonesia tetap sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.
KESIMPULAN
Dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan maka peneliti
mengambil kesimpulan bahwa:
Penggunaan bahasa gaul dalam interaksi mahasiswa Fakultas Sastra dan
Budaya di Universitas Negeri Gorontalo yaitu dalam kontak sosial banyak
memakai bahasa gaul dari pada pemakaian bahasa Indonesia karena dalam kontak
sosial inilah yang banyak memakai bahasa gaul dari pada pemakaian bahasa
Indonesia. Kontak sosial dengan berinteraksi sehari-hari dengan teman dalam
lingkungan Fakultas. Umumnya setiap informan mengenal bahasa gaul berbedabeda. Sebagian besar bahasa gaul yang lebih sering digunakan yaitu bahasa daerah
yang bercampur dengan bahasa Indonesia, misalnya poli, sup, au, dll. Begitupula
bahasa asing yang diplesetkan. Terdapat pula istilah-istilah bahasa gaul yang
lisan dengan bahasa gaul dilakukan dengan teman-teman adapun dalam bentuk
tulisan bila saling menghubungi melalui media sosial. Akan tetapi hanya sebagian
kecil saja mahasiswa yang menggunakan bahasa gaul setiap hari dilingkungan
kelas karena dianjurkan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar apalagi di
Komentar
Posting Komentar