Studi kasus Kesalahan Penggunaan Bahasa Oleh Melenial dan Gen Z
Studi kasus Kesalahan Penggunaan Bahasa Oleh Melenial dan Gen Z
November 27, 2023
Penulis : Fatur Rezky
Pada era digital, terjadi perubahan perilaku komunikasi generasi milenial dan generasi Z. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti kurangnya interaksi tatap muka karena kehadiran gawai. Fenomena ini juga terjadi pada generasi milenial dan generasi Z di Kecamatan Kuranji. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perilaku komunikasi milenial dan generasi Z di Kecamatan Kuranji danmelihat degradasi komunikasi antarmuka yang terjadi. Adapun teori yang digunakan adalah perilaku komunikasi, komunikasi interpersonal, komunikasi generasi milenial, komunikasi generasi Z, media baru, dan behaviorisme sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz dengan paradigma konstruktivisme. Penelitian ini menganalisis perilaku komunikasi generasi milenial dan generasi Z era digital di Kecamatan Kuranji dari sepuluh orang informan
Pengelompokkan generasi muncul dalam dunia kerja berdasarkan sumber daya manusia. Penelitian terkait perbedaan generasi ini pertama kali dilakukan oleh Manheim (Budiati, 2018). Menurutnya generasi adalah konstruksi sosial yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki umur dan pengalaman historis yang sama (Budiati, 2018). Kebiasaan setiap generasi juga punya karakteristik masing-masing sesuai dengan perkembangan zaman. Howe dan Strauss (Zorn, 2017) mendefinisikan generasi milenial sebagai generasi yang kaya, berpendidikan lebih baik, beragam etnis, dan fokus pada kerja tim, prestasi, kesederhanaan, dan perilaku yang baik.
Milenial memiliki kemampuan bawaan menguasai teknologi, seperti kemampuan multitasking dalam penggunaan perangkat digital. Menurut pendapat populer, karakteristik Gen Z adalah tingginya pemahaman mereka akan teknologi. Hal ini karena sejak lahir sudah bersentuhan dengan gawai (Zorn, 2017). Gen Z merupakan orang yang lahir pada kurun 1995—2010. Mereka disebut sebagai penduduk asli digital karena sejak usia dini telah terpapar oleh internet dan telfon genggam (Francis & Hoefel, 2018).
Peneliti mengamati isu perubahan perilaku komunikasi milenial dan gen Z tidak sedang baik-baik saja. Melihat realita yang ada di lapangan, semacam ada gangguan komunikasi yang bisa menghilangkan dari makna komunikasi itu sendiri. Komunikator yang terabaikan, dapat merasa kecewa atau marah saat berinteraksi dengan komunikan yang tetap asyik dengan kegiatan digitalnya. Maka dari itu ada potensi negatif bila pesan disalahartikan atau tidak mendapat respons (Tubbs & Moss, 2012). Sejatinya harus ada etika penggunaan digital saat sedang berkomunikasi dengan orang lain, apa saja yang harus dilakukan. Literasi perilaku komunikasi yang baik menggunakan gawai, perlu diberikan kepada milenial dan gen Z di lingkungan sosial.
Harusnya ada batasan waktu penggunaan gawai ketika ada lawan bicara mengajak berinteraksi gawainya dapat disimpan terlebih dahulu utnuk menghormati lawan bicara. Perubahan perilaku komunikasi berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, sekarang juga menjadi berubah. Budaya sopan santun berkomunikasi, khususnya di Kota Bandung dahulunya ketika orang-orang yang lebih tua berbicara, diperhatikan dengan saksama menunjukkan rasa hormat dengan menatap wajah lawan bicara juga berkaitan pada perilaku manusia. Namun saat ini, faktanya orang tua yang berbicara kepada anakanaknya, dijawab dengan respons yang lambat tanpa melihat wajah orang tua, dan tetap memainkan gawai mereka. Fakta tersebut berasal dari observasi yang peneliti lakukan terhadap informan di wilayah jawa
Memahami isu berkurangnya interaksi tatap muka setelah hadirnya teknologi seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizqi dan Pradana di atas, jauh sebelum itu Haring telah memaparkan dampak negatif dari internet. Menurut Haring, tentang dampak negatif internet dalam kehidupan sosial yang menyatakan bahwa “waktu tiga atau empat jam habis di depan komputer tetapi tidak dengan keluarga, suami atau istri, atau masyarakat” (Severin, 2014). Kehadiran teknologi mengurangi kualitas interaksi antar manusia, jadi jarang berkomunikasi face to face dan sibuk dengan PC, laptop, gawai. Realita yang terjadi saat ini, meskipun milenial dan gen Z terlihat duduk bersama di suatu tempat (kafe, ruang publik, dan lain-lain), mereka sibuk dengan gawainya sendiri-sendiri dan bermain media sosial dan gaming. Mereka tetap sibuk dengan aktivitas di dunia maya, stalking (mencari tahu) beragam konten yang diminati sesuai kebutuhan pribadi, dan melihat informasi tentang diri orang lain lewat status.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. – (Q.S Al-Baqarah: 83)
Komentar
Posting Komentar