Pendidikan di Masa Pandemi

 Oleh : Anisa Oktaviani 

Pandemi mengakibatkan dampak yang besar terhadap pendidikan karenanya pendidikan jadi tidak efektif dalam pembelajaran tatap muka secara langsung atau yang sering kita sebut sebagai pembelajaran offline atau luring. Adanya pandemi mengakibatkan pembelajaran terhambat.

Pemerintah dalam hal ini tidak tinggal diam. Menteri pendidikan dan kebudayaan, menteri agama, menteri kesehatan, serta menteri dalam negeri Republik Indonesia menetapkan dan mengeluarkan kebijakan perihal pendidikan yang akan di laksanakan di masa Pandemi melalui surat edaran nomor 03/ KB/2021, nomor 384 tahun 2021, nomor HK-01-09/MENKES/4242/2021 dan nomor 440-717 tahun 2021 perihal panduan penyelenggaraan pembelajaran yang dilakukan secara online atau daring di masa Pandemi Corona Virus Desease (COVID 19). Dikutip dalam website resmi bdkbandung.kemenag.go.id 

Pembelajaran Daring adalah pembelajaran “Dalam Jaringan” menurut KBBI. Maksudnya adalah segala sesuatu yang dilakukan secara online. Pemerintah juga memfasilitasi pembelajaran menggunakan teknologi yang mendukung pembelajaran daring melalui aplikasi seperti zoom meeting, Google Meet, Google Classroom juga aplikasi lainnya yang menunjang proses pembelajaran. Meski pembelajaran dengan cara daring untuk mempermudah para murid dan mahasiswa, ternyata banyak juga dampak negatif yang dirasakan oleh mereka.

Dampak negatif dalam pembelajaran Daring beragam, ada yang susah sinyal karena tinggal di daerah pelosok, juga kondisi keterbatasan orangtua dalam memenuhi fasilitas pembelajaran online yang dapat memberatkan karena tidak semua memiliki handphone dan terkadang ada yang harus bergantian memakai handphone karena hanya memiliki satu handphone untuk bersama terlebih jika memiliki anak yang sekolah beda jenjang, maka akan tidak efektif. Keharusan membeli kuota secara rutin juga dieluhkan oleh para mahasiswa karena aplikasi yang menunjang itu membutuhkan banyak kuota. 


Tidak kondusif nya pembelajaran menyebabkan para orang tua terutama ibu harus berperan menjadi seorang guru atau pengajar di rumah menggantikan posisi pengajar di sekolah, padahal memang seharusnya ibu lah yang menjadi “madrasah Ulla” bagi anak-anaknya. Kebanyakan orang tua beranggapan bahwa pihak sekolah yang bertanggung jawab penuh atas pendidikan anaknya. Mulai dari akhlaknya hingga pengetahuan ilmunya. Pernyataan ini tidak salah karena tidak semua orang tua mampu memberikan ilmu seperti yang para guru ajarkan. Sudah tidak heran bahwa para ibu justru banyak yang memilih menjadi “wanita karier” sebutan bagi wanita yang aktif dalam dunia pekerjaan. Peran orang tua itu sangat penting karena anak-anak pun lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan rumah. Jika kita lihat pada kenyataannya bahwa anak-anak yang belajar di sekolah hanya sampai beberapa jam, tidak sampai seharian.  Orang tua lah yang berperan penting untuk mengembangkan potensi anak. Faktanya sang ibu kesulitan jika ia harus berperan menjadi pangajar di rumah, terlebih jika ibu tak menguasai materi pembelajarannya akan kesulitan,“Ieu kumaha mamah teu ngarti dek. Ke mamah masak heula.” Ujar salah satu ibu dalam bahasa Sunda yang mengeluhkan pembelajaran online. Dalam bahasa Indonesia yaitu “ ini gimana mamah ga ngerti nak. Nanti mamah masak dulu.”  Ujarnya, dan yang lainnya. 

Keluh kesah ini akan menghambat sang anak dalam pembelajaran. Sebagian siswa serta mahasiswa pun mengeluhkan jika berlama-lama di depan layar gadget karena membuat mata sakit dan pusing. Pemerintah pun terus berupaya agar bisa mengoptimalkan pembelajaran bagi para pembelajar di masa Pandemi. Yaitu dengan memberlakukan penjadwalan masuk kelas di  beberapa sekolah yang daerahnya sudah aman


Artikel ilmiah_HES_STAI Daarut Tauhiid Bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Artikel Populer tentang Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Iklan Media Cetak atau Digital Terbaru

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM MEDIA CETAK

Bagaimanakah perkembangan Bahasa Indonesia dari Masa ke Masa ?